Monday, September 9, 2013

Golkar Desak Undang-Undang Devisa Direvisi - ( 8U51N355 )

TEMPO.CO, Jakarta -Fraksi Partai Golkar Dewan Perwakilan Rakyat mendesak agar Undang-Undang Lalu Lintas Devisa Indonesia segera direvisi karena dianggap terlalu liberal. Wakil Ketua Komisi Keuangan dan Perbankan dari fraksi Golkar, Harry Azhar Azis, mengatakan regulasi devisa yang ada saat ini sudah merugikan perekonomian dan mengganggu sektor rill.

“Pasar valas mudah kering. Orang asing seenaknya keluar masuk, padahal ekonomi sedang terguncang oleh instabilitas pasar keuangan dan pasar modal. Ini tidak bisa dibiarkan terus,” kata Harry dalam siaran pers Media Center DPP Partai Golkar, Senin, 9 September 2013.

Menurut Harry, draft Rancangan UU masih berada di tingkat Deputi Sekjen Perundang-Undangan DPR. Dia mengatakan, UU Devisa saat ini sebenarnya telah memberikan kelonggaran yang cukup luas kepada Bank Indonesia untuk mengatur lalu lintas devisa dan valuta asing melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI). Namun, PBI dinilai belum cukup ampuh meredam gejolak rupiah yang terjadi belakangan ini. “Tak hanya itu, devisa bangsa ini malah semakin dinikmati pihak luar,” ujarnya.

Dalam PBI nomor 13/20/PBI/2011 dan Surat Gubernur BI nomor 14/3/GBI/SDM, diatur kewajiban devisa hasil ekpor komoditas tambang serta minyak dan gas yang diparkir di luar negeri ditarik ke dalam negeri paling lambat 90 hari setelah tanggal pemberitahuan ekspor barang (PEB). Namun menurut Harry aturan tersebut tidak cukup kuat untuk menarik dan menahan devisa hasil ekspor ke dalam negeri.

“Salah satu penyebabkan tidak ada kewajiban menaruh devisa di dalam negeri dalam jangka waktu tertentu dalam enam bulan misalnya. Sebab aturannya hanya untuk melakukan pelaporan, ya kembali lagi ke luar. Negara ini dapat apa?” kata Harry.

Harry mencontohkan Thailand sebagai negara yang sukses memburu dan sekaligus mengembalikan devisa hasil ekspornya melalui UU Devisa yang sangat ketat. Dalam UU Devisa Thailand tersebut, ada kewajiban menempatkan devisa hasil ekspor di bank lokal dalam periode tertentu atau disebut holding period, sehingga dunia usaha tidak bergejolak. Terbukti, kata Harry, Thailand berhasil menjaga nilai tukarnya atas dolar Amerika Serikat saat krisis beberapa tahun silam. “Saya kira ini bagus supaya pasar valas kita tidak mudah dimainkan dan stabil. Dunia usaha juga jadi tenang,” katanya.

ANGGA SUKMA WIJAYA



 
Copyright Your Opinion is Irrelevant All Rights Reserved